
.. Yogyakarta ..
Salah satu hal sulit bagi saya adalah menuliskan tentang betapa menyenangkannya sebuah perjalanan. Terlalu menyenangkan untuk dituliskan. Dan rasanya kenangan akan perjalanan itu akan lebih indah jika tetap terpatri di dalam ingatan saja. Disclaimer,hehe. Sebetulnya.. karena tidak pandai menulis opening cerita perjalanan..
Yogyakarta dapat dibilang sebagai perjalanan sendirian jarak jauh saya yang ketiga (entah lah, saya masuk ke yang mana; single traveller, solo traveller, solo flashpacker, solo backpacker). Saya sendiri cenderung ke istilah single traveller, alias pejalan jomblo. Hehhee. Saya akan menghabiskan 4 hari 3 malam di Yogya. Sebetulnya saya telah membuat ittenerary untuk perjalanan saya ini, tapi sepertinya tidak akan saya sertakan di sini, mengingat banyaknya perubahan di dalam perjalanan saya. Sebuah cerita yang panjang. Dan kala itu belum ada rekan saya Bu Intan yang menemani. 😦
Kota ini sangat familiar dan salah satu tujuan populer bari para backpackers. Saya pernah mengunjungi kota ini dua kali sebelumnya, tapi waktu itu bersama teman, dan itu sudah lama sekali. Akhirnya, dengan kereta api ekonomi Pasundan pagi (Bandung-Yogyakarta Rp 85.000, Yogyakarta Bandung 90.000) saya berangkat dari Stasiun Kereta Api Kiara Condong menuju Lempuyangan, Yogyakarta. Tidak banyak yang dapat diceritakan tentang penumpang di samping dan di seberang kursi saya. Saya tidak terlalu berbincang dengan mereka, karena lawan jenis. Sehingga saya menghabiskan waktu dengan membaca buku, menutupi wajah dengan kaffiyeh, dan penuh waspada. Perjalanan dengan kereta api ekonomi saya tuliskantersendiri di lain waktu.
Oh ya, kabar buruknya.. hanya ada beberapa foto yang akan disertakan, foto yang sempat terselamatkan. Banyak sekali foto-foto di Yogyakarta yang hilang, karena saya kehilangan memory card kamera. sedih.

… menuju Yogya ..
Day 1 (Tujuan utama : De Mata Trick Eye Museum) dan Menginap di Penginapan Harum I, Gg. Sosrokusuman.
Pukul 13.30, saya sampai ke Stasiun Lempuyangan. Saya mencari jalan menuju Malioboro, rencananya akan mencari hotel dulu di Jl. Sosrowijayan, salah satu nama jalan kecil di sekitar Malioboro. Sebetulnya, jarak antara Lempuyangan ke Malioboro tidak terlalu jauh (mungkin 1,5km?), hanya saja waktu itu saya terburu-buru karena khawatir tidak dapat hotel. Hari itu hari pertama libur panjang tanggal 28 Maret 2014, pasti hotel pada penuh. Kalau anda banyak waktu dan bersama dengan beberapa teman, mungkin akan lebih menyenangkan berjalan kaki. Akhirnya saya memutuskan naik ojeg (Rp 7.000) dari Lempuyangan ke Jl. Sosrowijayan. Keluar dari Stasiun Lempuyangan, berbelok ke arah kiri beberapa meter dan saya pilih ojeg yang diluar Stasiun, harganya lebih murah.
Jl. Sosrowijayan, menurut sumber terpercaya adalah surga bagi para pencari penginapan murah. Namun, sebetulnya tidak direkomendasikan untuk perempuan sendiri ya.. Ketika itu saya sedang celingukan mencari hotel di Sosrowijayan ketika Bapak penarik becak itu menghampiri, dengan lembut memohon maaf dan menyarankan agar sebaiknya saya sebagai muslim berjilbab tidak menginap di sekitar Sosrowijayan.
Setelah blusukan di Jl. Sosrowijayan, dan belum berhasil, akhirnya saya memilih menginap di Penginapan Harum I di Gg. Sosrokusuman. Karna saya sendiri, saya tawar menjadi Rp 35.000. Tapi hanya kosong satu malam. Untuk besoknya, tidak ada kamar kosong lagi yang tersedia. Fasilitas yang didapat adalah fan, spring bed, ada stop kontak, meja dan kursi, sharing bathroom dengan pemilik dan penyewa lain. Menurut saya masuk akal dengan harga. Tidak terlalu mengecewakan kok, kunci dan jendela aman. Apalagi kamar untuk saya sepertinya kamar depan, kamar paling bagus, hehe. Kamar mandi terletak di belakang. Ada tiga kamar mandi (agak ragu dengan kondisinya, saya mandi tetap memakai baju, hehe).
Kemudia unpack, mandi, makan siang di warung nasi Jl. Sosrokusuman, dan shalat dzuhur dan ashar di mesjid sebelah Hotel The Munajat Backpackers. Saya berjalan-jalan sore di sekitaran Jl. Malioboro, Jl. Dagen, dan Jl. Sosrowijayan sekalian mencari hotel untuk 2 malam ke depan. Akhirnya setelah banyak pertimbangan (terutama keamanan) saya book The Munajat Backpackers, reviewnya silahkan lihat di sini. Saya pesan 1 malam, karena hanya tersedia untuk 1 malam, peak season. Harga 110.000/single bed. Belum terfikir, malam terakhir akan menginap dimana. 🙂
On the note : hotel-hotel di Jl. Sosrowijayan tidak direkomendasikan untuk pejalan perempuan yang sendirian, but it depends on how your backpacking style. 🙂
Setelah magrib, saya menuju Museum De Mata Trick Eye di XT Square Jl. Veteran. De Mata Trick Eye Museum adalah kumpulan objek foto 3D yang memberikan efek seolah-olah kita adalah bagian dari foto-foto tersebut. Ada lebih dari 120 foto, dan menurut pemandu, ini adalah museum foto 3D terbesar sedunia! Menarik juga, karena gedung yang digunakan untuk memasang foto adalah basement yang sebelumnya digunakan sebagai tempat parkir. Untuk yang senang bernarsis (dan saya tentu saja termasuk di dalamnya), pasti akan menyukai wisata ini. Tiket masuk Rp 35.000, dan anda akan disertai oleh pemandu yang yang bersiap untuk mengabadikan setiap momen anda di dalam museum tersebut. Nah, karena saya sendiri, jadi seru kan ditemani Mba Pemandunya yang hanya bersiap untuk memotret saya. Hehe.
Museum ini lebih seru buat rame-rame sih sebetulnya.

.. Menuju De Mata Trick Eye ..
Museum De Mata Trick Eye. How to get there;
Dari Halte Malioboro naik Trans Yogya jurusan 2B menuju ke Jl. Veteran. Kira-kira 15 menit (kalau lancar). Nah, halte Jl. Veteran itu tepat berada di samping XT Square. Tinggal nyelonong deh menuju basement. Kembali ke Malioboro, tinggal naik jurusan 2A.
Ketika saya disana, saya ditemani oleh pemandu menyenangkan namanya Mba Ayu. Ini pemandu teladan sekali, jika bapak manajemen De Mata membaca ini, apresiasi terbaik layak diberikan untuk Mba Ayu. Setelah selesai (banyak) berfoto, saya mengobrol dengan Mba Ayu, kebetulan waktu itu pengunjung tidak terlalu ramai.

Akhirnya, karna kebaikannya, saya diantar pulang oleh Mba Ayu dan Bapak penjaga keamanan De Mata sampai ke 0KM. Sebetulnya saya bisa pulang naik taksi (karna Trans Yogya hanya sampai jam 21.00, dan itu sudah hampir jam 22.00), tapi mereka memaksa mengantar, sungguh, bukan modus operandi. Jadinya sepanjang perjalanan saya bercakap dengan Mba Ayu layaknya sudah kenal lama. Bahkan Mba Ayu menawarkan saya untuk menginap di rumahnya, tapi saya dengan halus menolak, hehe.
Sebelum pulang ke hotel, saya sempatkan untuk duduk di 0KM, menyaksikan ratusan bikers yang berkumpul di sekitaran 0KM. Oh, ini adalah jumat malam di pekan terakhir dalam sebulan. Dan itu artinya festival sepeda terbesar warga Yogyakarta. Komunita-komunitas muda Yogyakarta banyak juga yang berkumpul di sini; komunitas pelukis muda, wayang, breakdance, dan entah apa lagi. Sebelum kembali ke hotel, saya makan malam di lesehan Jl. Malioboro, dan membeli wedang ronde untuk penutup hari itu. Tidur lelap, perut kenyang dan hangat.

.. malam di Penginapan Harum I ..
Biaya day 1: ojeg Lempuyangan-Malioboro Rp 7.000, penginapan harum Rp 35.000, makan sore Nasi Soto Daging Warung Nasi sebelah Munajat Backpacker Hotel Rp 9.000, tiket Trans Yogya Rp 3.000, De Mata Trick Eye Rp 35.000, wedang ronde Rp 5.000. Penginapan Harum 35.000. Total biaya hari pertama Rp = 94.000. Jajanan dan makanan di Malioboro memang relatif mahal dibanding daerah lain.
Day 2 (Tujuan utama : Museum Ullen Sentalu, Kaliurang)
Pagi-pagi di penginapan Harum, saya sudah bersiap untuk petualangan hari kedua saya di Yogyakarta. Sehabis Shubuh tadi saya jogging di sekitaran Malioboro (Jl. Pajeksan kemudian menuju Jl. Dagen). Hmm..suasana Malioboro pagi. Saya selalu menyukai perjalanan pagi di tempat baru yang saya kunjungi. Itu adalah kesempatan kita melihat bagaimana warga sekitar memulai harinya. Toko-toko mulai dibuka (Pedagang di Malioboro memang buka lebih pagi daripada pasar lain sepertinya), warung-warung makanan mulai menjajakan sarapan pagi. Para wisatawan beranjak dari penginapan masing-masing dan bersiap memulai perjalanannya hari itu di Yogyakarta.Segar. Kemudian kembali ke hotel, mandi, dan langsung check out. Bersiap memulai perjalanan hari kedua saya di Yogyakarta.

.. Jogging di Jl. Dagen – Malioboro – 0KM ..

.. Selamat pagi 0 KM Yogyakarta ..

.. pagi di 0KM Yogyakarta ..
Sebelum naik Trans Yogya, saya sarapan pecel di lesehan sekitar Jl. Maliboro. Sambil bercakap dengan penjual pecel, dan dengan pembeli lainnya. Menanyakan cara termudah menuju Kaliurang. Berkah dari mengobrol itu adalah.. di luar dugaan, saya ditraktir makan oleh salah satu dari pembeli itu hehe. Jadi saya memulai percakapan kepada mereka berdua (muda mudi berpasangan), dan ternyata mereka berasal dari Tarakan, itu artinya mereka berasal dari daerah tempat kakak saya tinggal sekarang. Kami bertukar nomor telepon. Berkah menjadi seorang traveller.. pas saya mau bayar, si cowok duluan membayar untuk makan kami bertiga. hehe.

.. Pecel Lesehan Malioboro, dan bir? ..
Museum Ullen Sentalu Kaliurang berada 30km dari Malioboro ke arah utara (Gn. Merapi). Kaliurang adalah area wisata kaki Gunung Merapi. Akan lebih mudah ditempuh dengan kendaraan pribadi sebetulnya, untuk backpacker saya rekomendasikan sewa motor saja (pertimbangan cuaca dan susahnya angkutan kembali ke Yogya dari arah Kaliurang, kecuali kalau nekat menumpang bis atau kendaraan orang lain, hehe). Kemarin saya naik angkutan umum.
Museum Ullen Sentalu, how to get there:
Saya naik Trans Yogyakarta 3B dari Jl. KH. Ahmad Dahlan sampai ke halte Halte Kopma UGM dekat perempatan Kentungan(tiket Rp 3.000, perjalanan sekitar 30 menit), lalu naik elf dari perempatan Kentungan menuju Kaliurang sampai ke Pasar Pakem sekitar KM 18 (Rp 6.000, perjalanan sekitar 30 menit), naik ojeg dari Pasar Pakem sampai gerbang Ullen Sentalu (Rp 10.000, mesti coba tawar beberapa ojeg untuk perbandingan, kemarin ojeg saya baik sekali. Perjalanan sekitar 20 menit, jauh kan? Bingung kenapa ojegnya murah sekali, padahal itu hampir 10km berarti). Oh ya, jangan lupa minta nomor telepon ojegnya, agar bisa jemput anda lagi setelah selesai petualangan Kaliurang anda.
Saya ingin menceritakan betapa menyenangkannya perjalanan saya menuju Ullen Sentalu. Di elf saya bersama mbok-mbok yang barusaja pulang dari pasar. Khas, Karena beberapa dari mereka memakai pakaian kebaya dan kain, pemandangann yang hampir tidak pernah kita temui di kota semacam Bandung. Feminis sekali memang suasananya, sehingga Pak Supir yang satu-satunya lelaki di mobil itu, hanya mengiyakan obrolan kami, hehe. Tangan-tangan tua itu, tangan-tangan yang telah memikul bakul belanjaan selama hidupnya. Dalam keadaan seperti demikian, saya seringkali tidak banyak berbicara/bertanya kepada mereka. Saya selalu membiarkan mereka bertanya lebih dulu atau mengikuti saja arah pembicaraan mereka. Dan, saya merasa rendah diri karena kebaikan mereka sepanjang perjalanan. Ya masa salah seorang Ibu minta difoto, trus beliau bilang mau ganti dengan jajanan yang beliau beli dari pasar. Sedih, harusnya saya masih memiliki foto-foto kami bersama di dalam elf tua dan berkarat itu.
Dan ternyata, Ullen Sentalu itu bukan di KM 20, tapi sepertinya di KM 30an saudaraku!

.. Gerbang Masuk Museum Ullen Sentalu ..
Ullen Sentalu merupakan museum kebudayaan utama Jawa, khususnya Yogyakarta dan Solo. Di dalamnya diterangkan silsilah dan tokoh-tokoh penting dibalik kedigjayaan Keraton Yogyakarta, Solo, dan hubungannya dengan negara ini dan luar negeri. Tiket masuk Rp 30.000 (sudah termasuk segelas jamu dan jasa pemandu, karna tidak mungkin diizinkan masuk tanpa pemandu). Lama kunjungan museum adalah 55 menit, dan tidak diperkenankan menyentuh dan memotret area museum, kecuali bagian luar dan beberapa objek yang diizinkan untuk difoto dan disentuh.
Ketertarikan utama saya dalam setiap perjalalanan seperti ini adalah heritage, culture, dan city sight; jadi saya sudah pasti sangat menyukai Ullen Sentalu. Museum ini dibangun dengan tata bangunan yang hebat, beberapa gedung dibangun di bawah tanah, dan fondasi seluruh bangunan terbuat dari batu alam Kaliurang. Terbayang kan betapa syahdunya museum ini.. Suka! Saya selalu suka quiet place dan syahdu macam museum.. 🙂
Karena saya kesana sendiri, saya dipandukan bersama sebuah keluarga pengunjung dari Jakarta; seorang Ibu, putrinya yang paruh baya, dan seorang anak laki-lakinya, yang ditugaskan si kakaknya untuk menemani saya di belakang mereka. Hihi. Berkah lagi, karena keluarga dan pemandu itu menjadi teman menyenangkan selama kunjungan. Kami berfoto bersama di sela-sela istirahat keliling museum, dan minum jamu bersama. Merasa aneh, ditemani berjalan oleh lawan jenis yang baru saya temui, jadi deg-degan, soalnya wangi pemuda ini semerbak. Duh.
Oh ya, karena memory kamera hilang, untuk info dan foto mengenai Ullen Sentalu, bisa ke ullensentalu.com atau ada juga blogger yang captured keadaan Ullen Sentalu dengan baik di sini. Bagi yang suka museum, heritage, keheningan, pasti suka deh dengan museum ini. Andai saja tidak melihat jadwal, pasti saya akan berlama-lama disana, membaca di bawah rindang pohon-pohonnya..

.. Keluar dari Ullen Sentalu, baru boleh potret ..
Keluar dari Ullen Sentalu, penjaga Museum mengatakan bahwa hampir jarang bis umum dari Kaliurang yang menuju ke kota, pilihannya cari ojeg di perjalanan (itu juga kalau beruntung ada yang kebetulan lewat). Saya pasrah saja, keluar dari museum dan berharap menemukan ojeg baik lagi. Tadi saya berbincang dengan ojeg yang mengantar, tapi beliau tidak menyebutkan betapa susahnya angkutan dari Kaliurang. Saya pun tidak berinisiatif meminta nomor teleponnya. Menyesal.
Untungnya cuaca Kaliurang, kaki gunung nan sejuk dengan angin semilir hehe. Akhirnya saya berjalan kaki entah akan sejauh mana. Saya bertekad tidak mau menumpang kendaraan pribadi yang melintas, alasan keamanan dan khawatirnya beberapa penumpang bis di dalamnya tidak nyaman dan merasa tidak aman dengan kehadiran saya. Dan ternyata mencari ojeg susah sekali di sini. Kalau terjadi seperti ini, kita-kira apa yang akan teman-teman lakukan?
Setelah sekitar 2km saya berjalan dan belum menemukan ojeg juga, akhirnya saya singgah di Wisma Mahasiswa UII. Shalat dzuhur dan shalat ashar disana sebelum melanjutkan perjalanan. Tidak jauh setelah keluar dari UII saya bertemu ojeg. Tawar-menawar akhirnya sepakat di harga Rp 15.000 sampai Kentungan, murah padahal jauh! Kenapa murah? Karena ternyata Mas ojeg tersebut adalah warga asli Bandung. Menyenangkan lah orangnya. Berikut nomornya jika perlu (namanya Aka, 0838 693 88744) beliau memang ojeg yang sering mengantar wisatawan dan karyawan wisata Kaliurang.
Setelah makan siang di sekitar Kentungan (yang sebetulnya sudah jam 4 sore) saya naik trans Yogya 3A menuju hotel Munajat Backpacker untuk check in, mandi, dan istirahat sejenak.

This slideshow requires JavaScript.
Sehabis magrib, saya city sight sekitar Malioboro, lalu naik becak ke Jl. Widjilan (sentra wisata Gudeg). Salut dengan kota Yogyakarta yang membuat satu jalan khusus untuk wisata kuliner khas daerahnya. Setelah memasuki gerbang menuju Widjilan, sepanjang perjalanan itu adalah kedai gudeg khas Yogyakarta. Saya memasuki Gudeg Yu Djum (menurut cerita teman, ini kedai gudeg paling terkenal di jalan ini). Rp 21.000 (gudeg komplit + jeruk panas).
Selesai Bu Djum, saya naik becak lagi menuju Tugu Yogyakarta (penting sekali datang ke Tugu, katanya agar dapat mengunjungi Yogya lagi). Cukup memotret Tugu sejenak sebelum kemudian melanjutkan perjalanan ke Alkid (Alun-Alun Kidul). Alkid katanya meeting point penting bagi muda mudi dalam dan luar Yogyakarta. Banyak kendaraan yang disewakan untuk mengelilingi Alkid yang dihiasi lampu berkelap kelip. Yang utama juga, adalah keberadaan dua buah pohon beringin tua yang berhadapan. Kebiasaan tekenal di sini adalah berjalan dengan kain penutup dari 20 meter kedua pohon beringin itu. Jika kita berjalan lurus dari 20 meter itu, dan ketika mata dibuka kita memasuki tengah-tengah kedua beringin itu, maka hasilnya baik. Saya mencoba menutup mata sendiri tanpa menyewa penutup kain, tapi saya tidak ingin beritahu hasilnya hehe. Mengakhiri malam itu, saya menghabiskan malam di 0KM lagi.Baru menghabiskan dua hari di Yogya, wedang ronde kemudian menjadi minuman kesukaan saya. Menjelang tengah malam kembali ke hotel.
Catatan di hari kedua: untuk backpack di Yogya; Malioboro, Pasar Beringharjo, Alun-Alun Kidul, area Keraton, dan 0KM, itu tidak perlu dimasukkan ke tujuan utama. Karena semua tempat itu bisa dikunjungi sekali jalan dalam waktu yang singkat di pagi hari atau di malam hari.
Biaya day 2 : transport 52.000 (trans yogya Kentungan-Maliboro pp 6.000, elf ke Pasar Pakem 6.000,
ojeg dari Pakem ke Ullen Sentalu-pp 25.000, becak Wijilan, Tugu, Alkid 15.000), makan siang 9.000, makan malam gudeg Yu Djum 21.000, wedang ronde dan jagung rebus 8.000, tiket masuk Ullen Sentalu 30.000. total biaya hari kedua 120.000.
Day 3 : Mengkhidmati Nyepi di Prambanan
Haaa..pagi itu saya kesiangan, tidur terlalu lelap sampai alarm tidak terdengar. Sepertinya kecapean karena jalan kaki 2 jam di siang harinya. Akhirnya tidak sempat jogging di Malioboro lagi, hehe. Langsung shalat, mandi, dan sarapan dari penjual sarapan yang masuk ke hotel (nasi campur Rp 5.000, sari kedelai Rp 3.000). Dan senyum pertama pagi itu, didapat dari 2 tamu di kamar depan yang bersamaan membeli sarapan di depan kamar. Kemudian sama-sama sarapan di depan kamar kami masing-masing, tanpa berbincang. Sama-sama malu ceritanya. (nanti ada cerita lanjutan tentang ini. :D)
Dari Halte Malioboro naik Trans Yogya rute 2A menuju shelter terakhir di shelter Prambanan (Rp 3.000, perjalanan macet waktu itu 1 jam). Dari shelter Prambanan, saya berjalan kaki menuju komplek Candi Prambanan (jalan santai 10 menit). Nah, dalam perjalanan itulah saya bertemu 4 orang strangers dari Kalimantan Timur, saling menyapa dan akhirnya kami memutuskan ke Prambanan bersama. Sepertinya anak baik-baik dan ramah, tidak ada yang merokok, dan saya ditraktir makan siang oleh mereka! Hehe. Baru 5 menit, kami sudah terlihat seperti ini:

.. Ahmad, Fachrul, Toto, Ari ..
Kami memasuki Prambanan mengikuti para jemaah saudara Hindu, dan kagetnya kami tidak dipungut biaya masuk Prambanan, dipersilahkan masuk begitu saja oleh petugas *cengar-cengir satu sama lain. Karena acara utama Nyepi belum dimulai, akhirnya kami eksplorasi keindahan Prambanan. Saya membeli satu plastik bunga untuk diletakkan di upacara nanti.

.. Prambanan pagi ..
This slideshow requires JavaScript.
Mereka hanya menghabiskan sekitar 1 jam di komplek Prambanan, dan berpamit karena sedang ada acara kantor mereka. Kami bertukar kontak. Saya kembali mengelilingi Prambanan. Mengagumi setiap karya-karya itu. Kemudian menonton prosesi Upacara Hindu itu. Meski penonton hampir sama banyaknya dengan jemaah, sepertinya tidak mengurangi kekhidmatan mereka dalam berdoa. Semoga kehadiran kami tidak mengganggu kekhusyuan mereka. Di beberapa bagian, mata mereka tertutup dengan khusyunya , memuja dan berdoa. Bagian ceramah yang disampaikan pemimpin spiritual mereka juga menarik dan mendamaikan. Adalah keberagaman di Indonesia. Acara berlangsung 3 jam. Di akhir acara, para umat mengantri menuju pemimpin spiritual mereka untuk meminta dipercikkan air berkah yang telah didoakan. Saya mengikuti antrian itu berharap keberkahan percikan air berkah itu. Banyak di antara pengunjung selain bagian dari umat Hindu mengikuti antrian itu. Alhamdulillah, atas keindahan ragam kepercayaan dan budaya.
This slideshow requires JavaScript.
Kemudian saya masih berkeliling di sekitar Prambanan. Ternyata, setelah acara selesai beberapa umat Hindu memanjatkan doa di puncak dari setiap candi (Syiwa, Brahma, Krishna). Saya mengikuti mereka, dan memohonkan doa dari mereka untuk saya. Di dalam candi itu, mereka berdoa dalam kegelapan dan menutup mata. Khidmat dan damai. Saya selalu yakin, setiap tempat peribadatan membawa aura kedamaian. Itu karena di sekitar tempat peribadatan itu adalah wilayah dari lintasan-lintasan doa yang dipanjatkan. Niat-niat baik dikukuhkan, janji-janji terbaik diikrarkan, dan puja-puja kepada Yang Esa dihantarkan.
Selepas mengikuti para jemaah itu, saya melihat-lihat ke dalam museum Prambanan di bawah komplek candi, ke arah sebelah kiri. Dan kemudian membayar 5.000 untuk dapat menonton pemutaran sejarah Prambanan dan hubungannya dengan masyarakat Yogyakarta. Keluar dari area Candi Prambanan, jangan lupa mampir ke pasar oleh-oleh Prambanan. Saya beli 5 buah gelang kayu warna-warni @1.000, murah bingits! Setelah itu kembali ke Malioboro dengan menggunakan trans Yogya jurusan 2A.
Sampai di Hotel Munajat Backpackers, saya sudah check out sedari pagi dan menyimpan tas saya di ruang televisi hotel. Hotel Munajat memperbolehkan kita menyimpan barang sebelum dan sesudah check out, dijamin aman! Saya bahkan masih menyempatkan diri untuk mandi dan berdandan, hehe. Malah, oleh penjaga hotel diizinkan berdandan di kamar milik pemilik hotel. Sebagaimana biasanya di kamar mandi dan kamar pribadi orang lain, demi keamanan dari spying, saya selalu mematikan lampu, sampai benar-benar fully dressed. Dan ketika saya selesai dan menyalakan lampu..wah, saya melihat benda-benda di kamar pemilik hotel itu. Beberapa ransel, peralatan berkemah, lukisan-lukisan dan pajangan berisi kata-kata spiritual dari berbagai negara macam India, Vietnam, Timur Tengah. Dalam hati saya, gerangan backpacker keren macam apa pemilik hotel ini?!
Saya sedang menunggu salah seorang rekan (yang belum pernah saya temui sebelumnya) untuk bertemu. Rekan baru yang baru saya dapat kontaknya beberapa jam lalu, rekomendasi teman di Bandung untuk ditemui di Yogya. Jika demikian, maka rekan yang saya akan temui ini adalah saudara baru saya dalam kecintaan kepada Rasulullah sawa dan keluarganya. Nah, sembari menunggunya, saya membaca beberapa buku koleksi pemilik hotel. Koleksi buku-bukunya sangat Feminis Islam, dan secara otomatis saya langsung menyukainya. Koleksi dvd originalnya pun tidak kalah bagus. Gerangan laki-laki keren macam apa pemilik hotel ini?!
Sayangnya bukanlah pemilik hotel yang berhasil saya temui sore itu, namun dua tamu yang menginap di kamar seberang tadi. Oh jadi, tas yang sedang saya pakai sandaran baca ini tas mereka! Haha. Mereka menyapa saya dengan hangatnya, dan kami mulai berbincang tentang perjalanan-perjalanan kami. Dan looooh.. ternyata mereka juga asli dari Palembang! Sekampung kitaaa.. haha. Mereka bekerja di Jakarta. Indah sekali tutur kata kedua kakak beradik itu.. indah pula dalam penampakan. Ya masa si adik mirip dengan Moreno Suprapto, dan saya dengar suara dia mengaji pula tadi pagi! Masha Allah.. lower your gaze, milta!
Kami keluar hotel bersama. Mereka menuju Stasiun untuk kembali ke Jakarta. “Mba, semoga kita ketemu lagi ya.. dan semoga Mba segera punya pendamping buat backpacking hihi, biar ga sendirian backpackingnya..”. Kita berdadah-dadahan.
Saya bertemu rekan baru saya di depan Malioboro Mall. Malioboro Mall ini membawa saya mengingat seorang teman di tahun 2009. Saya berjalan-jalan dengannya sore hari di sepanjang jalan ini, membeli sesuatu untuk Ibunya yang sedang mengunjunginya di kota ini. Kemudian, setahun sejak itu, kami berhenti berbicara hingga saat ini. Dan betapa saya merasa sedih, harus kehilangan teman dengan cara demikian. Skip.. (ya masa jadi mau curhat kaaan..)
Dan.. Mba Yani, namanya. My sister in the love of the Prophet and his progeny (as). Sepersekian menit kemudian kami sudah langsung akrab, karena banyaknya mutual friends kami ternyata. Mba Yani mengajak saya makan malam di angkringan Pendopo nDalem milik keluarga Keraton. Perlu banget kesana, kalau anda ke Yogya. Masakannya enaaaaak dan tempatnya nyaman. Saya tidak membayar, karena dipakas dibayarin Mba Yani. Tapi kata Mba Yani; masing-masing hanya sekitar 13.000an. saya memesan nasi, oseng tempe kering, oseng daun pepaya, sate buntel ayam, sosis solo, dan teh panas.

.. makan di Angkringan Keraton Pendopo Ndalem ..
Selesai makan saya berencana mencari hotel untuk tempat saya menginap, namun Mba Yani menelepon ibunya bahwa saya akan menginap di rumahnya. Tadinya agak ragu, khawatir merepotkan. Meskipun demikian, saya akhirnya menerima kebaikannya, tidak sampai hati bilang tidak pada ibunya.
Saya diajak berkeliling pakai motor ke Tugu,0 KM, dan Alkid lagi. Minum ronde lagi. Dan dari perbincangan kami, Mba Yani feminis Islam pula haha. Alhamdulillah, jadi semakin menarik untuk lebih banyak belajar darinya. Daaaan.. koleksi bukunya, berat! Dan kami tidur menjelang pagi, padahal kami teman yang baru saja bertemu beberapa jam lalu. Rencananya besok pagi kami akan ke Parangtritis setelah shubuh, dan ke beberapa pantai di Gunung Kidul.
Biaya day 3 : Trans Yogya ke Malioboro pp 6.000, bunga persembahan upacara 5.000, menonton film sejarah Prambanan 5.000, oleh-oleh gelang di Prambanan 5.000, minum ronde di Alkid 2 mangkuk 10.000. Hotel Munajat 110.000, Total 136.000
Day 4 : Keraton, Taman Sari, Oleh-Oleh, pulang.
Paginyaa.. kami sarapan bersama. Tapi rasanya ngga sopan sekali ya, saya keluar pagi-pagi sekali. Masa cuma numpang tidur, nebeng motor, trus cabs. Akhirnya menghabiskan pagi menjelang siang bercerita dengan ibunya. Alhamdulillah.
Kami membatalkan tujuan kami ke Parangtritis dam Gunung Kidul. Akhirnya kami ke Keraton Yogya, Taman Sari, dan Museum Kereta Raja. Saya bisa betah sekali kalau tujuannya heritage. Taman Sari favorit saya! Sayang sekali memory cardnya hilang. Padahal object di Taman Sari indah-indah sekali. Di balik pintu masuk adalah jalan menuju istana air. Nah, istana air itu (menurut pemnadu adalah titik sumbu tengah antara Gunung Merapi-Parangtritis. Jadi, jika kita lihat dari atas, Gunung Merapi-Keraton-Parangtritis itu berada dalam satu garis lurus.
Selain Istana Air, di Komplek Taman Sari juga terdapat mesjid bawah tanah, tempat raja menonton pertunjukan, sumur 5 tangga. Cobalah datang ke tempat ini sore hari, naiki tangga di sebelah kiri pintu masuk, lihat sunset dari ketinggian itu, dan ambil gambar kolam istana air itu dari ketinggian itu. extraordinary sight! *apa kabr foto-fotoku (masih tidak rela hilang)
Biaya masuk Keraton 7.000, biaya masuk Taman Sari 5.000, biaya masuk Museum Kereta 5.000, biaya masuk kamera ke Museum Kereta Raja 1.000.

.. Gerbang masuk ke Taman Sari ..
Aroma lumut berpadu dengan tanah lembab sepanjang terowongan Taman Sari. Di bagian atas terdapat bekas-bekas penjara sepertinya? terowongan panjang, dan ada satu penjual es enak, hehe. Perlu banget beli es sama bapak itu. Harganya 2.000. saya beli 5, enak soalnya.
This slideshow requires JavaScript.
Setelah taman sari, ada jalan menuju kawasan masyarakat yang bermukim di sekitar keraton. Mereka membuka gerai-gerai lukis dan cindera mata. Bagus-bagus! Kemudian kami menuju Komplek Keraton, Museum Kereta Raja dan Mesjid Keraton.
Komplek Keraton, selain keindahan heritagenya, adalah kita akan merasa malu dengan ke-rendah hati-an para abdi dalem keraton itu. Sedangkan Museum Kereta Raja adalah kumpulan kereta-kereta yang digunakan untuk berbagai acara kerajaan.

Di luar Keraton, ada penjual es kencur dan kunyit enak, Rp 3.000, dan terdapat rumah Pangeran Djoyohadikusumo. Mengintip ke dalamnya.. mobilnya mewah-mewah ya!
Kami berjanji bertemu seorang teman lagi untuk makan siang bersama. Saudara-saudara saya dalam kecintaan Rasulullah (as) dan keluarganya (as). Dimana pun saudara-saudara mutual itu begitu mudahnya ditemui, dan kami mengobrol sampai sore hari. Setelah itu saya dan Mba Yani menuju sentra oelh-oleh Bakpia di Jl. Pathuk. Ini kawasan membuat kalap. Ketika kami sedang celingukan mencari kira-kira Bakpia toko mana yang paling enak, seorang pejalan kaki menyarankan kami membeli bakpia kampung. Jadi kami menelusuri salah satu gang yang ternyata hampir seluruh rumah di dalam gang itu memproduksi bakpia. Itulah bakpia kampung, diproduksi oleh warga asli Jl. Pathuk. Harganya pun lebih murah, dan tentu saja fresh from the oven. Masih panas!
Selesai mengemas oleh-oleh, hari sudah gelap. Dan Mba Yani mengantar saya menuju Stasiun. Saya membeli bekal nasi dan wedang ronde untuk di perjalanan dari angkringan di sekitar Keraton lagi. Penting sekali, karena saya sudah jatuh cinta dengan cita rasa angkringan Yogya.
Puji Allah dan sangat merasa berharga atas kebaikan dan pengalaman indah yang saya dapatkan selama di Yogyakarta.

.. pulang ..
kereta ini akan membawaku pergi
dari semua gambar dirimu yang lekat di ingatanku
akan kutulis lagu
dari angin dan debu
(Kereta – Belkastrelka/band Yogya)
Kereta berangkat jam 19 menuju Bandung. Kali ini penumpang sekeliling saya adalah para pendaki yang baru saja pulang dari Merbabu. Mereka berisik sekali, sehingga dikeluhkan penumpang lain di sekitar mereka yang hendak terlelap. Di antara keberisikan mereka, mereka bertanya tentang perjalanan saya. Kemudian mereka membandingkan kenapa saya tidak naik gunung saja, agar lebih keren daripada jalan dalam kota. Excuse me? Apa saya terlihat seperti pejalan yang berusaha terlihat keren karena petualangannya? Saya jawab; setiap orang punya ketertarikan sendiri-sendiri. Mereka suka naik gunung, dan saya suka city sight dan culture, beda. Bukan masalah mana yang lebih keren, karena kan tidak berbanding. Berisik mereka tidak berhenti, karena mereka main kartu di kursi dan di tengah jalan macam rombongan pendaki di film 5cm itu. Dan menurut saya, justru hal itu yang tidak keren. You had just reached the highest ground, why don’t you lower your ego and humble yourself ?
Saya yakin tidak semua pendaki dan backpackers di kereta api ekonomi seberisik itu. Sebelumnya saya pernah berada dalam satu gerbong dengan para pendaki. Tapi tidak ada yang seberisik rombongan mereka. Jika demikian caranya, jangan sungkan untuk melaporkan ke petugas kereta api yaa.. agar bisa kembali tidur lelap.
Biaya hari keempat : tiket masuk Keraton 7.000, tiket masuk Taman Sari 5.000, tiket masuk Museum Kereta Raja 6.000, oleh-oleh 37.000, es taman sari 10.000, air kunyit asam 3.000, makan malam,air mineral dan ronde 22.000. Total biaya hari ke empat 90.000.
Grand total biaya 4 hari adalah 620.000.
Tiket kereta api pp Bdg-Yogya : 175.000
Transport lokal Yogyakarta : 68.000
Tiket masuk wisata : 93.000
Makan 4 hari : 97.000
Oleh-oleh : 42.000
Hotel 2 malam : 35.000 Harum I, The Munajat Backpackers 110.000