Menyapa Kembali

Masih ada yang menulis blog dan membaca blog di wordpress kah? Atau sudah pada berpindah ke medium? Statistik menurun tajam ya, artinya nampaknya blog sudah mulai ditinggalkan. Tapi rasanya tidak rela meninggalkan halaman rumah kedua saya ini. Mari kita beres-beres.

Beberapa waktu lalu login lagi ke blog ini dan iseng-iseng merubah theme/tampilan halaman dari blog ini. Mencoba berbagai theme, tapi ga ada yang cocok dengan saya, dan ketika mau kembali ke tampilan sebelumnya, saya lupa nama penyedia theme-nya. Diubek-ubek di dashboard tetap tidak ketemu, haha. Ngubek-ngubek dashboard lagi untuk cari theme yang mungkin saya suka, ada yang saya suka! Eh tapi ko ketika mau atur-atur widgetnya, saya gagap banget! 😀

Dulu padahal urusan atur widget demi tampilan penuh pencitraan bisa sat set sat set lancar. Pengaruh usia, hehehe. Besok-besok lagi deh atur-aturnya. Sekarang fokus di menumbuhkan kebiasaan menulis lagi dulu. Kata salah seorang creative speaker, setidaknya kita itu perlu satu wadah untuk menuangkan fikiran, sehingga semua tidak hanya tertinggal dan berlalu di fikiran. Ya apalagi otak saya kapasitasnya semakin berkurang. Mari menulis lagi!

Tapi dengan keinginan menulis lagi ini, saya jadi kefikiran..Menentukan batasan untuk diri sendiri yang boleh dan tidak boleh dituliskan bagaimana ya?

Regret

I know its not normal when most of the time i think that current situation might be better if i decided to take the other choice, just not this. It’s a backward-looking, unpleasant feeling in which I tended to blame myself and wish I could undo the past.

Letting go is not as easy as how we think of it. Maybe..maybe time will heal everything. But it’s take everything on me to try to be honest to myself that I made mistake, that I should learn from the mistake instead of drowning myself in regret.

 

Tired of this feeling.

May Allah make it easier for me.

Tentang Kepergian

Beberapa saat lalu mendengar kabar mengenai kepergian salah seorang rekan. Sebenarnya saya dengan almarhum tidak begitu saling mengenal, sedikit sekali saling mengobrol untuk waktu yang lama. Namun setiap kali berpapasan, pasti almarhum menyapa lebih dahulu. Bahkan, mungkin.. almarhum tidak tahu nama saya. Hanya menyapa saja, karena itu sudah menjadi karakternya. Sebaliknya, saya hafal namanya, karena begitu seringnya nama almarhum disebut rekan-rekan saya yang lain. Almarhum begitu dikenal oleh kami.

Apa pasal? Mengapa beliau begitu dikenal? Adalah karena pengkhidmatannya yang luar biasa kepada sesama. Saya ceritakan sedikit saja apa yang membuatnya “bersinar”.

Misalkan dalam sebuah acara pengajian, beliau bukan mereka yang duduk di ruangan mendengarkan kajian, namun akan menjadi orang yang pertama membagikan penganan, membereskan sendal dan sepatu, membersihkan ruangan, memunguti sampah-sampah yang tercecer. Beliau juga begitu mudah dimintai tolong. Siapa saja yang pulang kemalaman, beliau akan sedia mengantar.

Saya pernah mendengar dari Ustadz, bahwa kita seringkali diberikan pilihan untuk mengambil atau memberi. Misal ketika berdesakkan di depan dinding Ka’bah, apakah kita akan turut serta berdesakan hingga mampu menyentuhnya, ataukah mendahulukan orang lain untuk menyentuhnya? Melihat orang tua berdiri di bus kota, apakah kita akan memberikan kursi kita kepadanya, ataukah kita akan tetap pura-pura terlelap?

Memberi atau mengambil. Kedua pilihan itu selalu menyertai kita.

Hujan ucapan duka dan doa mengiringi kepulangan rekan tersebut. Kebaikannya dikenang. Dan semua berduka. Betapa bahagianya beliau dapat beroleh kemuliaan yang demikian.

Mengingat rekan saya yang berpulang tersebut, saya memikirkan bagaimana kiranya kepergian saya akan dikenang orang lain.

On Jealousy

Saya merasa diri saya pencemburu yang parah terhadap suami. Tapi biasanya cemburu saya tidak berbentuk marah-marah dan berargumen keras dengannya. Jika cemburunya terlihat dalam suara yang lebih tinggi, dapat dipastikan itu bukan marah atau cemburu yang sebenarnya, hehe. Kebanyakan wanita memang memilih diam ketika ia marah. Saya termasuk yang demikian. Sebaper drama Korea saja, di dalam hati bergemuruh, menyedih-nyedihkan keadaan, lalu menangis mengasihani diri sendiri, menyalahkan keadaan, akhirnya sulit menentukan; sebenarnya yang membuat saya cemburu kepada suami itu apa.Ternyata hal itu terasa ga sehat banget. Kita jadi tidak respek terhadap diri sendiri. Fikiran juga jadi kalut terus.

Jadi ingat ucapan seorang teman, selayaknya lah semua bermuara dan kembali kepada Pemilik Hati. Kita tidak bisa menggenggam terlalu erat rasa cinta itu. Semuanya berada di genggamanNya.

Sebagai laki-laki, fitrahnya suami adalah makhluk yang bebas. Bebas berkehendak, tetapi setiap perbuatannya diikuti oleh tanggung jawab dan konsekuensi. Berbeda dengan seorang istri, ketika perjanjian agung diikrarkan, ia menikahkan dan menyematkan dirinya kepada suaminya (bukan sebaliknya), mahar dia terima, beberapa hak dalam kebebasannya ditebus. Rasa malu menjadi harga diri dan jihad terbesarnya. Ini bukan gap gender, tapi memang alaminya demikian.

Fitrahnya memang suami tidak dapat menghindar dari aktivitas sosialnya. Gravitasi hidupnya lebih banyak, hak-hak sosialnya lebih luas, oleh karenanya rentan dengan segala resikonya. Perlu tameng lebih lebih ekstra dari dirinya untuk mengendalikan fitrahnya itu. Sehingga, apa yang dapat mengontrolnya adalah tingkatan ilmunya mengenai tanggung jawabnya di dunia dan di akhirat. Harga dirinya ada pada fikiran dan sikapnya.

Sebagai istri, saya tidak berhak membatasi kehidupan interaksi sosial suami, itu jelas melawan haknya. Saya hanya dapat mengingatkan tentang tanggung jawabnya dan bahwa apapun yang kita miliki bermuara dan berakhir padaNya. Seorang istri tidak bisa menjadi gawang terus untuk membatasi gerak suami, lelah sendiri nanti. (:

Betapa manusianya kita yang dapat terlemahkan oleh sesuatu yang kita genggam terlalu erat. May Allah give us strength to manage jealousy…amin.

Cemburu wanita yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan, sedangkan cemburunya laki-laki adalah kehormatan

– Imam Ali as

 

p.s : Sudah lama sekali tidak menuangkan fikiran di dalam tulisan, mungkin juga karena berkurangnya aktifitas membaca. Ini jelas sebuah kemunduran, mari berdayakan jiwa lebih baik lagi. (:

Lyric of The Day : About Our First Met

August 21, 2015. when i newly turn to 27 years old, that’s when the first time i met him.

Communication – The Cardigans

For 27 years I’ve been trying to believe and confide in
Different people I’ve found.
Some of them got closer than others
Some wouldn’t even bother and then you came around
I didn’t really know what to call you, you didn’t know me at all
But I was happy to explain.
I never really knew how to move you
So I tried to intrude through the little holes in your veins

And I saw you
But that’s not an invitation
That’s all I get
If this is communication
I disconnect
I’ve seen you, I know you
But I don’t know
How to connect, so I disconnect

You always seem to know where to find me and I’m still here behind you
In the corner of your eye.
I’ll never really learn how to love you
But I know that I love you through the hole in the sky.

Where I see you
And that’s not an invitation
That’s all I get
If this is communication
I disconnect
I’ve seen you, I know you
But I don’t know
How to connect, so I disconnect

Well this is an invitation
It’s not a threat
If you want communication
That’s what you get
I’m talking and talking
But I don’t know
How to connect
And I hold a record for being patient
With your kind of hesitation

Oh, I need you, you want me
But I don’t know
How to connect, so I disconnect
I disconnect

 

listen the song here :

Lagu ini sering sekali saya putar beberapa hari setelah bertemu dengannya. Karena mendapati ternyata ketika bertemu seseorang, kita mesti siap dengan segala apa yang telah dia lalui, apa yang tengah ia hadapi, apa yang ingin ia jelang.

menyedihkan di awal mulanya, betapa saya betapa sulit menerima kenyataan atas segala apa yang Tuhan hadirkan satu paket dengan kehadirannya. we totally strangers..

hingga kemudian… menyadari, begitu banyak orang-orang asing yang dihadirkan ke dalam kehidupan kita. Bukannya kebetulan, namun sudah ditentukannya, jauh sebelum ruang dan waktu tercipta. take them or leave them.

lots of fo R.

Hello August, We Meet Again..

it was in the middle of August, when someone surprisingly chat me on G+’s hangout;

“hey, i read a lot of post on your blog, you seems like a nice person, it seems good if we meet in person”

there you were.. entering the cafe looking for a best table to spot me. there i was.. taking a picture of you entering the cafe from second floor of my office.

2 minutes later.. me went down the stairs, crossing the street, plug in my earphone into my phone, put on my ears without playing anything, walking to the cafe, face down, trying to be relax that i will meet someone i never meet before.

there was me..taking the chair, and sit.. still, face down. counting 1, 2, 3, 4, in my heart and you were came in 5 seconds. taking a chair in front of me..

“milt..milta..!”

and the story goes..he is the person i finally marry with.

it was in the end of August, our so-called first date, 1 week from the first meet. rode your motorcycle around the city, went to the crowded of Braga, offered shalat at Mesjid Agung,  shared stories under the lights of Braga, went to vintage art shop, went to vintage cafe and shared food.

never know that Allah has written his name to be one of beautiful people who will coloring my life. can not believing how wonderful Allah has planned our meeting in a such beautiful and perfect time, perfect place. still can’t believe how beautiful it was.

 

tumblr_msutgg5iam1qampifo1_500

 

tumblr_mpep1hjp9I1qampifo1_500

 

img_3803

***

The Monophones – Rain of July

I’m standing here in the sky of july
With the blue and cloudy sky
With the land there’s dry

The sun its burning all of the land
Turn the stone into the sand
Leave my world in pain

Dear sunshine would you give of your time
To give the cloud chance when the dream has so blind
Dear sunshine why don’t you understand
All I need is only rain to wash away all the pain

The sun its burning all of the land
Turn the stone into the sand
Leave my world in pain

What should I do at least for a try
To pick a piece of yours being rain of july
Or should I flying high to the sky
To pick a piece of yours being rain of july

How can I release my pain
All my world will lost in vain
If the rain will not to fall
In the sky of july

I can see you
Thought I can’t have you
I can feel you
Is everything has a meaning
For all those days I’ve been trying
And here I’m keep on waiting

Dear sunshine would you give of your time
To give the cloud the chance when the dream has so blind
Or should I flying high to the sky
To pick a piece of yours being rain of july

***

 

…welcome to my heart, Radityo...

p.s : not even a single picture of him will be shown here, because he is too dashing and i wont let you look into his beautiful eyes..he is limited only for me.

how human we are.. to be arrogant of temporary material things we actually never had, while everything in this world is in HIS hand..HE can take it all from us in a blink of eye..

o’ Lord, take everything from me..until all i know is YOU.

Nomadic Heart

Pernah bertanya pada diri sendiri, di tengah malam ketika tangan sibuk memilah barang apa saja yang akan disertakan untuk perjalanan beberapa hari ke depan.

“kenapa harus melakukan perjalanan-perjalanan ini sendiri? sampai kapan akan demikian?”

go ahead.

karena ternyata, kadangkala teman perjalanan terbaik bukanlah melulu yang bersamamu merangkai setiap rencana perjalanan, menyiapkan perlengkapan bersama, dan mengukur jarak bersama.

Teman perjalanan yang terbaik kadangkala adalah senyum sapa penjual sarapan pagi di kota barumu selagi kamu masih belum juga mandi, mereka yang menceritakan kotanya dengan penuh bangga di balik kemudi, mereka yang membuka bekal perjalanannya denganmu untuk berbagi, rintik hujan pagi hari di tepi candi, hembus angin di balik dedaunan, doa para terkasih dari kejauhan… dan… rasa rindu yang menarikmu  untuk segera pulang.

setiap perjalanan mengajarkamu kemana seharusnya kamu kembali.

(rindu yang hebat untuk teman-teman perjalananku : bunga-bunga aneka warna mencolok yang tengah bermekaran di Gardens By The Bay, melihat kerlip cahaya Singapura malam dari 800 meter ketinggian, senyum tanpa gigi seorang Ibu yang memakai kebaya sepulang dari pasar di angkutan menuju Ullen Sentalu, semilir angin di Taman Sari, buah kersen dari tangan pengemudi di Kediri, sepasang tangan yang kasar namun begitu penuh kehati-hatian menyentuh kitab Jawi di Gua Maria Kediri, rona-rona merah di Blitar, bulan sempurna berkeliling bintang dipandang sembari terlentang di atas hamparan pasir pantai Untung Jawa,  kabut pagi di Bromo, suara rel kereta yang bertabrakan dengan roda besinya tak sejalang dengan hatimu yang sepi,  suara para peziarah bersahutan melantunkan doa dan pujian di tepi astana para pemimpin pesantren di Jombang, hujan di Trowulan, bunga kamboja menjatuhkan diri di dinding candi-candi Majapahit, senyapnya makam pendita di Bayat dalam lantunan doa  di hati para pemuja, satu langkah kaki peziarah Gua Maria Bayat yang memunguti setiap helai daun yang dilaluinya, mengamati setiap bahagianya perjumpaan dan beratnya perpisahan di kursi tunggu Stasiun Kutoarjo,  dan… degup hati ketika akhirnya sampai di sebuah kota yang sangat enggan kau datangi namun tak jua kau beranjak darinya demi sebuah pembuktian bahwa hatimu begitu kuat untuk merelakan semuanya benar-benar berakhir..)

perjalanan tak ubahnya sebuah ziarah panjang para penempuh perjalanan di dunia, sebuah perjalanan spiritualitas yang mengungkapkan fakta bahwa banyak hati yang sepi, hati yang patah, hati yang berprasangka, hati yang bersukaria, yang masing-masing seperti ingin saling mencari dan melengkapi. Menjelajahi setiap hati dari para penempuh perjalanan di dunia, termasuk dirinya sendiri.

.. berhentilah menandai peta, biarkan hatimu yang memandu ..

– teman perjalanan (nomadic heart)

semakin sering kamu melakukan perjalanan, kamu akan menyadari betapa hatimu bukannya sulit untuk dimiliki, namun hatimu tertinggal di setiap tempat yang telah kamu kunjungi, serpihannya tercecer di setiap sudut tempat-tempat itu..

nomadic heart.

p.s : no pictures are enough to describe how i miss my traveling.

Distract

i don’t know how evil works to whisper doubt into human’s heart..that even something that should make your heart warm and tranquil, they make it so confused and scary.

An-Nas

Say, ” i seek refuge in The Lord of Mankind” (1) The Sovereign of Mankind (2) The God of Mankind (3) From the evil of the retreating whisperer (4) Who whispers [evil] into the breasts of mankind (5) From among the jinn and mankind (6)”

isn’t it weird how you feel the darkness when you are holding light from your candle?

i don’t want to push my self too much, too hard. Won’t let anything ruin my journey.

hold my hand, hold this light, let’s continue walking to the new path.

Disclose

How beautiful is it, to be able to open your heart to someone, completely; without fears, but with future hopes and desires. i always wondering how much my heart feeling it is okay to disclose widely. Without rules, without terms and conditions. just guided by my own instincts, leading me to disclose. i always think that i’m a very reserved person, never bother to decide whether that’s a good thing for me, or even bad thing for me; just jump into things. i have a hard time, and mostly tired.. revealing the state of my own heart. i haven’t be able to trust other’s people ability to understand myself.

How beautiful it is.. to finally deciding to open my heart to a person who i can share my heart with, to feel safe with their companion, to be silent with the rest, to feel so alive.

..teri yaad sataundi ae..