Beberapa saat lalu mendengar kabar mengenai kepergian salah seorang rekan. Sebenarnya saya dengan almarhum tidak begitu saling mengenal, sedikit sekali saling mengobrol untuk waktu yang lama. Namun setiap kali berpapasan, pasti almarhum menyapa lebih dahulu. Bahkan, mungkin.. almarhum tidak tahu nama saya. Hanya menyapa saja, karena itu sudah menjadi karakternya. Sebaliknya, saya hafal namanya, karena begitu seringnya nama almarhum disebut rekan-rekan saya yang lain. Almarhum begitu dikenal oleh kami.
Apa pasal? Mengapa beliau begitu dikenal? Adalah karena pengkhidmatannya yang luar biasa kepada sesama. Saya ceritakan sedikit saja apa yang membuatnya “bersinar”.
Misalkan dalam sebuah acara pengajian, beliau bukan mereka yang duduk di ruangan mendengarkan kajian, namun akan menjadi orang yang pertama membagikan penganan, membereskan sendal dan sepatu, membersihkan ruangan, memunguti sampah-sampah yang tercecer. Beliau juga begitu mudah dimintai tolong. Siapa saja yang pulang kemalaman, beliau akan sedia mengantar.
Saya pernah mendengar dari Ustadz, bahwa kita seringkali diberikan pilihan untuk mengambil atau memberi. Misal ketika berdesakkan di depan dinding Ka’bah, apakah kita akan turut serta berdesakan hingga mampu menyentuhnya, ataukah mendahulukan orang lain untuk menyentuhnya? Melihat orang tua berdiri di bus kota, apakah kita akan memberikan kursi kita kepadanya, ataukah kita akan tetap pura-pura terlelap?
Memberi atau mengambil. Kedua pilihan itu selalu menyertai kita.
Hujan ucapan duka dan doa mengiringi kepulangan rekan tersebut. Kebaikannya dikenang. Dan semua berduka. Betapa bahagianya beliau dapat beroleh kemuliaan yang demikian.
Mengingat rekan saya yang berpulang tersebut, saya memikirkan bagaimana kiranya kepergian saya akan dikenang orang lain.